Friday, June 17, 2005

selayang pandang

Sand... terlalu keren. Seharusnya murtinah atau surtini. Aku lahir di dusun kecil yang dikelilingi persawahan. Kalau dilihat pake helikopter mungkin seperti pulau kecil ditengah lautan hijau tanaman palawija. Dusunku.. walaupun namanya dusun, tidak ada kesulitan kok mengaksesnya. Jangan bayangkan kalau kesana harus oper angkot berkali2, oper ojek setelah itu nggethek (naik sampan kecil nyeberang sungai), naik kebo dulu baru sampe.. tidak. Turun dari bus tinggal jalan kaki sedikit, menaiki tanjakan jalan kereta api, nah pas turun..akan langsung terlihat hamparan desaku dengan background gunung berwarna biru persis dibelakangnya...stop!! jangan bayangin tempat yang sejuk ya. Ini dataran rendah dengan tanah sedikit berpasir, jadi cukup panas dan berdebu ketika musim kemarau tiba, dengan angin kencangnya yang khas akan membuat kedinginan pada malam hari.

Kembali ke keluargaku. Kata bapak emakku, aku ini dari lahir udah "ngrejekeni". hawong lahirnya saja hampir bersamaan dengan sapiku melahirkan anak kembarnya, padahal seumur2 nggak pernah sapi itu beranak kembar. Bapakku orang desa biasa, petani yang hanya lulus SR (sekolah dasar). Mak-ku seorang ibu rumahtangga petani yang selalu menginginkan anak-anaknya jadi orang pinter biar tidak diremehkan orang (itu bahasa beliau).

Aku tumbuh diantara kesederhanaan dusunku dan keberanian luar biasa dari orangtuaku untuk menjadikan anaknya lebih dari "hanya sebutir pasir" yaitu "sebutir pasir" yang bisa melakukan "sesuatu" untuk hidupnya dan kehidupan di sekitarnya.
I'll do my best for it