Tuesday, February 28, 2006

Perkara keterbiasaan

Suatu pagi, seperti biasa, karena akhir-akhir ini setiap hari pekerjaannya ngelayap keluar kantor, pagi itu aku naik busway.. weehhh… kendaraan yang dari namanya saja sudah lux ini (padahal apa ndak salah kaprah to… hawong artinya kalo ndak salah “jalannya bus”, seharusnya kita bilang bus trans Jakarta .. he he he nggak tau lagi kalo nalarku masih terlalu cupet untuk melogikanya) ternyata juga dalemnya lux. Haning keadaan bisa membuat ke-lux-an itu jadi tidak begitu lux lagi. Aku harus berdiri bergelantungan karena saking penuh sesaknya. Dengan tangan yang agak nggak nututi karena tinggi badan yang standar orang jawa, rasanya terlalu melelahkan harus bergelantungan begitu, mana hak sepatu ini sudah miring ke kiri membuat berdiri juga agak ndak jejeg, jadilah tangan yang kuatnya juga ndak seberapa ini jadi satu-satunya tumpuan.
Tiba-tiba dari radio terdengar suara kurang lebih bunyinya seperti ini “untuk para petugas pintu bus, tolong diperhatikan untuk berhati-hati. Jangan sampai raja dan ratu kita terjepit”… weiss.. ratu, mohon diperhatikan juga pak, disini ada ratu lagi kemeselen bergelantungan. Tapi sudah lah… pengorbanan sedikit karena memang jumlah rakyat Indonesia masih lebih banyak dari jumlah busway yang ada.

Turun dari busway waktunya untuk menyeberang jalan.. wah disini hal yang paling menyenangkan. Penyeberangannya itu sudah seperti penyeberangan di jepang. Pencet tombol, nunggu lampu berubah jadi hijau, kendaraan pada berhenti dan kita gruduk-gruduk menyeberang jalan, kelihatan begitu tertib. Jum’at pagi itu ada yang istimewa. Aku berangkat kepagian sehingga pas nyampe bareng sama orang-orang yang baru selesai senam. Walah kok kadungaren atasnya orang nyeberang aja kok pake ada pengawalan satuan pengaman berseragam lengkap, pake niup peluit kenceng2 kayak mau bilang ke pengendara “jangan berani-berani menerobos kalau masih mau .. bla .. bla ”. tiba di trotoar dan siap-siap menyeberang jalan lagi, aku dengar salah satu penyeberang jalan bilang setengah berbisik ke satuan pengaman tadi “kita ikuti aturan lalu-lintas saja, nggak usah pake .. bla bla dll dll ”. tiba waktu menyeberang tiba2 terdengar lagi priiittt.. prriittt.. waduuhh kedengeran gimanaa gitu. Dan bapak penyeberang yang berbisik tadi melontarkan pandangan yang “gimana gitu” juga ke pengaman tadi.. haning.. udah kebiasaan harus begitu ya mau gimana lagi, mungkin kerasa nggak enak juga kalau beliaunya sang pengaman tadi tidak meniup peluit kalau lagi me-nderek-kan bapak-bapak yang perlu banget diamankan itu.

Berjalan agak kedepan aku ketemu bapak-bapak, tepatnya sudah agak mbah yang aku ingat dulu.. duluu sekali aku kasi lebih karena sambat mau pulang kampung tapi tidak punya sangu. Mungkin keterbiasaan lagi yang membuat mbah ini memutuskan tidak jadi pulang kampung.. wehh lhakok jadi suudzon.