Thursday, January 31, 2008

Tentang mengutang

Saya sangat benci kegiatan yang satu ini. Walaupun hasilnya enak tapi sangat tidak enak prosesnya dan sangat tidak enak di akhirnya, setiap orang sepakat tentang ini. Cuman ada orang yang lebih condong pada ke-enakan di awal, sebagian lagi lebih ngeri kepada ketidakenakan dibelakangnya itu.. I do respect for both coice, dan saya lebih memilih yang terakhir, ngeri kepada ketidak enakan dibelakangnya.. walaupun pada prakteknya ketika terpaksa ya saya lakukan juga, human insting pada saat kemepetan mengancam, dan tingkat kemepetannya seperti menaruh garam di masakan saja, bisa diatur menurut selera.

Pada waktu saya beli sepedamotor pertama saya, saya juga ngutang, maksudnya mencicil, sama saja dengan ngutang tho. Belum-belum saya harus mikir kira2 apakah saya punya cukup harta untuk melunasi utang saya itu kalau-kalau sebelum utang itu lunas saya mati duluan.. walah nggak enak kan, perkara utang saja sudah sampai mikir mati ?.

Saya ingat seorang ibu kalau berfikir tentang ngutang ini. Seorang ibu urut langganan saya waktu saya masih tinggal ke gading dulu. Tentang kesabaran ibu ini sudah pernah saya ceritakan di blog ini. Setelah menunaikan haji, untuk menjalin silaturahmi dengan teman-teman haji seangkatan beliau mengikuti arisan, nah si ibu ini ngeyel tidak mau dapet duluan. Pernah dia dapet arisan waktu kocokan.. eh malah dia kasikan ke orang lain dulu, kata beliau “saya tidak mau ngutang”. Nah arisan saya yang kemarin saya niatin juga seperti itu… tapi setiap kali kocokan kokya setiap itu juga saya ngerasa pas lagi butuh, trus pikirannya bukan lagi “saya nggak mau ngutang” tapi menjadi “mosok rejeki kok ditolak” kekekek. Keiklasan memang mahal harganya ternyata (ups kok “ternyata” sih.. memang sudah rumusnya kali).

Nah kemaren ini saya memutuskan untuk bikin kartu kredit. Ah.. itu sih bukan sesuatu yang wah. Diantara teman-teman saya bisa dihitung yang tidak punya kartu kredit itu. Pasti tipe orang yang agak-agak primitif, ya termasuk juga saya. Formulir sudah diisi dan saya tinggal begitu saja, setelah 14 hari lebih kok ndak ada berita, setelah dicek ternyata kokya nggak disetujui walahhh… padahal banyak yang keadaannya lebih mengenaskan dari saya pada punya kartu kredit sampe lebih dari satu, lha saya cuman sekali-sekalinya ngurus saja kokya ditolak.. apa ndak merana.. akhirnya sudah mutung niat saya punya kartu kredit. Memang benar-benar diridhoi niatan untuk “hidup tanpa hutang”. Mohon maaf kepada teman-teman yang terpaksa masih saya perpanjang ngrepotinnya untuk pinjam kartu kredit sewaktu2 diperlukan.


Siang ini baru makan siang dengan teman kantor, dia cerita kemarin habis ngurus kartu kredit katanya, saya tanya buat apa dia ngurus. Katanya “lha gimana, gaji sudah habis sebelum bulan habis itu, ya cari amannya harus punya kartu kredit” .. waduh.. kau sudah tersesat wahai bujang. Trus saya bilang lagi “wah lha kalau seperti itu hutangmu bisa numpuk” dia bilang “ya ngurus kartu kredit yang lain lagi” waduhhh parah..

3 Comments:

At 5:05 PM , Blogger the wanderer said...

mengenai mengutang dan kartu kredit:
- lebih baik tidak mengutang
- kalau mengutang sebisa mungkin untuk produktif dan kalau untuk konsumtif berarti harusnya untuk hal-hal yang benar-benar berarti buat diri sendiri or orang lain
- sebisa mungkin tidak punya kartu kredit tapi kalau ke luar negeri harus punya kartu kredit karena dipakai untuk bukti di hotel. jadi gimana kalau kamu ku rekomendasikan?

 
At 5:10 PM , Blogger sand said...

ini salah satu cara biar saya nggak direkomendasikan.. You knew it sir.. beberapa action memang sudah saya set kearah sana.

 
At 9:36 PM , Anonymous Anonymous said...

lek iso ojo nggawe kartu kredit, itu pisau bermata dua hehehehe, dulu sempat terjerembab juga, untung wis didandani and sekarang kartu kredit hanya untuk satu tujuan ...one bill dan oleh diskon hehehehe ... hidup kartu debit, hidup duit nang selempitan dompet

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home