Tuesday, February 12, 2008

Acomodador

Pertama kali denger ketika membaca The Zahir karya Paulo Coelho, berikut ini pengertiannya :

“with its origins in old Mexican traditions is a situation in our life that can be identified as the cause from which moment onwards our development has come to a halt."

"It’s the Acomodador which lay down the rules at such moments and stops us from pursuing our dreams."

Nah lo… opo maneh kuwi hihihi. Ada yang nulis lagi ‘giving up point’ suatu titik dimana kita memutuskan untuk meletakkan, bukan meletakkan seperti yang dilakukan para pertapa. Para pertapa memutuskan untuk meletakkan urusan dunia dan mengasingkan diri demi ketenangan atau demi kehidupan yang hanya diperuntukkan pada kehidupan jiwanya. Meletakkan disini dalam konteks menyerah, kalah, atas dasar putus asa, trauma atau putus cinta.

Pengalaman ini pernah terjadi, ketika belajar ngaji di mushola desa kami. Saat itu kita mengaji menggunakan irama ketukan yang dipimpin oleh ustadz. Saya jenis anak yang cenderung lebih menyukai pelajaran matematika daripada membaca, mungkin gara-gara takaran antara otak kanan dan otak kiri yang entah bagaimana menyebabkan jadinya seperti itu. Saya cenderung lebih lambat membaca, dan cenderung tidak lengkap waktu menulis. Nah waktu itu sang ustadz sedikit demi sedikit menaikkan tempo ketukan, sampai akhirnya sangat cepat. Saya langsung berhenti padahal teman-teman masih bisa mengikuti saat itu. Dan besoknya saya tidak masuk mengaji lagi hehehe.

So .. this is the sort worth to explain the last situation sir.

Pertanyaan “Kamu ada apa sekarang kok jadi lemes gitu, perasaan dulu bersemangat sekali”. Yah kurang lebih mungkin ini yang terjadi… satu kata ini sangat mewakili apa yang terjadi. Berawal dengan begitu banyak bermunculan pertanyaan ‘kenap begini ?’ ..’kenapa begitu ?’ .. ‘kok bisa begini ?’ .. ‘harusnya kan seperti itu ?’ pertanyaan-pertanyaan bermunculan bagaikan kunang-kunang yang beterbangan mengelilingiku didalam ruangan kaca. Apa nggak berkunang-kuanang beneran tuh ? Next ke-muak-an akhirnya berhasil dibawa pulang dari tempat kerja dan berhasil dinetralisir malam itu juga, mkn dirumah ada yang lebam-lebam gara-gara ini. Hingga besoknya satu kesadaran yang nggak lebih mengenakkan muncul bahwa “you can not do anyting for that” sekali lagi karena dunia tidak selalu sempurna. So disinilah acomodador terjadi.. saya berhenti, saya manut saja.. tidak berkomentar karena toh tidak berguna, lanjutkan apapun wlaupun nggak sreg dan sekarang ada yang kuatir hehehe.

Dalam artikel yang saya baca bilang seperti ini juga “The development of our self-awareness can only proceed if we can liberate ourselves from the ‘acomodador’ situation”. Dalam kasus mengaji saya di atas, liberate-nya saya dipaksakan oleh omelan-omelan emak saya. Untuk kasus yang sekarang kok ndak bersemangat untuk liberate-liberate-an. Jadi ragu, apakah keadaan ini akan dikehendaki saat ini ? hawong saya jadi nyaman seperti ini, bukannya lebih aman kalau yang liar itu akhirnya diam dan tidak merepotkan yang lain ? dunia jadi tenang, kehidupan mengalir tanpa berisik dengan begiiitu sempurna. Apa benar ini yang dinamakan ‘acomodador’ ? halah.. mbuh ..ndak tau wis.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home