Monday, July 24, 2006

anak dan ibu

Pagi ini nggak bangun pagi, ah.. sudah diinget2 ga usah nonton film jadi biar fresh waktu bangun pagi.. ehh tetep saja nggak bisa. Waktu mau mandi denger teriakan-teriakan anak kecil.. “mau ikut mamaaa…. Mau ikut mama” sambil nangis menjerit2, kalau ditempatku bilang gero-gero. Telinga rasanya risih saja.. bukan karena berisik, cuman risih dengan pertanyaan-pertanyaan kok ada tangisan seorang anak sampai segitunya. Bukan seperti tangisan si faiq waktu mengejar uminya kemaren, aku masih bisa nyaman waktu itu, walaupun langsung aku gendong juga karena ndak tega. Atau tangisan si hani karena protes mamanya direbut sama aisha he he he … keliatan lucunya malah.

Saya intip-intip juga dari balkon kostku di lantai dua. Anak itu terus saja menangis sambil mengejar mamanya yang agaknya sudah ada di seberang jalan. Kagetnya aku dengan teriakan si mama “balik nggak lo.. dasar breng**k semua” dan beliaunya maju mendekati anaknya, si anakpun ganti mundur menjauh dalam keadaan ketakutan dan mungkin kebingungan mau maju atau mundur sambil terus bilang “mau ikut mamaaa… mau ikut mamaaa”. Dan tak lama kemudian sandal si mama melayang , mungkin untuk mengusir si anak. MasyaAllah.. kalau membaca cerita dari blog temen2 tentang anak2nya, dan kebetulan ada juga cerita temen bagaimana dia marah kepada anaknya karena ngajak main game terus… aku rasa tidak akan ada yang sampai hati melakukan hal seperti ini, terlepas dari kebandelan si anak.

Aku jadi berfikir, anak kebanyakan akan mengganggap ibunya/orangtuanya tempat berlindung, karena yang dia anggap ada di dunia ini adalah orang tua, seperti apapun ibu ini, bagi dia paling nyaman adalah disisi ibunya. Buktinya kejadian tadi, anak ini tetap mengejar ibunya, walaupun sudah dikata yang kasar, sampai dilempar sandal. Tapi sangat kejam seorang ibu yang tega memperlakukan anak seperti ini. Dia tidak akan lepas dari genggaman ibu seperti apapun perlakuan sang ibu, tapi lihatlah tangannya yang rapuh dan merasa tidak punya pegangan lain, hanya tangan seorang ibu. Dia merasa tidak punya pilihan, jadi dia akan terus bertahan walaupun dalam keadaan ketakutan. Dengan tidak sadar, seorang ibu bisa menjadi penjajah bagi anaknya sendiri. Apakah himpitan hidup, sempitnya keadaan bisa digunakan sebagai alasan untuk menghindar dari tanggungjawab.

Halah.. tau apalah saya mengenai mengasuh anak, jadi ibu pun belum, tapi saya pernah jadi anak, yang sempat punya protes.. protes-protes yang tertahan. Dan protes-protes itu pun terbawa sampai dewasa. Padahal kedua orangtua saya bukan orang2 yang tega mengkasari anaknya, trus bagaimana dengan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang kasar ?? apa yang dibawanya dalam hidup… seperti apa dia menjalani hidup ? ah.. lagi-lagi kuasa Allah yang menuntun mereka, bukan kapasitas saya juga mikir ke arah sana, mungkin ini cukup menjadi pengingat buat saya.

Bukankah mereka bukan milik kita ? jadi apa yang akan kita jawab ketika pemiliknya bertanya “kenapa kau lukai hati mereka ?”

1 Comments:

At 8:46 AM , Blogger Dianekawhy said...

Oalah Mbakyu ... aku tersentuh membacanya. Kalo baca yg gini2 terus terang langsung inget anak. Sudah seberapa jauh sih aku memberi rasa nyaman pada anakku ?! ihiks. Sebenernya klo membicarakan hal ini nggak terkait apakah sudah jadi seorang ibu atau tidak. Aku percaya setiap wanita pasti punya naluri keibuan. Masalahnya naluri itu kadang terkalahkan oleh hawa nafsu belaka :(

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home