Sunday, July 30, 2006

mari belajar

Suatu kali. Percakapan di kampung halaman. Melibatkan saya dan ortu saya serta beberapa tetangga. Critanya kami sedang cangkrukan di halaman rumah saya, biasa memang apalagi kalau ada yang pulang dari merantau, secara tidak sengaja beberapa orang akan mampir njagong sekedar rembug2gan… pada suatu kali rembugan kita yang renyah trus nyantol ke perso’alan yang agaknya lumayan serius… salah satu tetangga bilang. “lha iya tho.. kok bisa si rendi (nama yang keren tho ?) anaknya yu rom itu ndak naik, hawong anaknya yu ul yang konon lebih bodo saja bisa naik lho.. gek gimana itu jajali ?” saya terkejut “lho.. lha milo tho yu ? mosok jaman sekarang itu masih ada tho acara ndak naik segala, saya kira gak naik itu cuman jaman-jaman saya sekolah dulu dimana anak sekolah masih pada nyeker (tidak bersepatu)”. Akhirnya itu terus menjadi pertanyaan besar buat saya.. pokoknya habis ini harus dipertanyakan kepada paklik yang kepala sekolah SD itu. Tidak berapa lama jagongan cuman diteruskan kami sekeluarga saja dan paklik pun datang.

Saya : “lha mosok tho paklik.. si rendi itu ndak naik ke kelas 5 niku.. lhakok bisa?”
Paklik : “lha mau gimana ? wong anaknya nulis saja belum bisa genep, gek membaca juga masih grotal gratul”
Saya : “mosok tho.. sudah kelas empat itu ??”
Paklik : “halah naaa… yawis begitu keadaannya”
Saya : “lha trus .. anaknya yu ul itu gimana ?”
Paklik : “ha itu pododene (sama saja).. untung2an saja bisa naiknya”

Yah .. mau gimana lagi, kesadaran para orangtua untuk mendampingi perkembangan anaknya belajar masih kurang, salah satu sebab karena orang tuanyapun kadang nggak bisa baca juga. Jadi ingat kejadian yang menimpa saya dulu, waktu itu masih SD, dan saya menenteng buku bahasa inggris milik sepupu yang sudah SMU, emak bilang “nduuuk.. jangan pegang-pegang buku itu, belum waktunya”. Dan sekali bulikku pernah bilang “nduk.. kamu itu kalau mikir mbok jangan berat-berat begitu.. nanti kalau kena kangker otak seperti mas hari itu bagaimana cobo ?”.

Satu jawaban lagi kenapa wanita harus mempunyai wawasan yang cukup. Karena wanita yang nanti menjadi jendela bagi anak-anaknya dalam melihat dunia luas, kalau jendela itu sedemikian sempitnya, akan semakin besar kemungkinan akan mencetak pemikiran yang sempit juga. Bersyukurlah menjadi wanita-wanita jaman ini yang sudah kebagian keluasan wawasan, disinilah bobot njenengan semua. Disinilah kita diperlukan lebih dari semuanya. Membimbing anak-anak, dan memperingan beban negri ini (weis.. kemuluken).

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home