Wednesday, September 14, 2005

Ibu tukang pijit

Aku tidak suka dipijit, so'alnya nggak tahan geli. Tapi hari itu aku sudah capek banget, kadar masuk anginpun sudah pada taraf berat, bernafas aja terasa sakit di uluhati, apa nggak menakutkan. Dengan terpaksa aku memutuskan untuk memanggil ibu tukang pijit yang direkomendasikan temanku.

Aku bayangin ibu2 setengah tua, agak gemuk, seperti mbok2 emban yang biasa dijumpai di kesenian ketoprak. Aku cari ke rumahnya, heran aku mendengar rumahnya itu didekat kost temanku, padahal kan ini perumahan yang tergolong mahal, dekat mall terkenal, lha ibuknya kok punya rumah disini apa nggak hebat. Ternyata beliau ngekost..lho ngekost?? bayanganku langsung beralih dari ibu2 setengah tua ke mbak-mbak muda gitu. Kata temanku.. "bukan.. dia memang ibu-ibu, tapi disini ngekost, rumahnya jauh so'alnya". MasyaAllah.. ibu2 setengah tua yang harusnya menikmati hidup bersama keluarga, anak-anak dan cucu-cucunya lhakok masih ngekost ? kehidupan macam apa ini. Aku sudah iba duluan. Tidak berapa lama aku ketemu dengan ibu ini, agak meleset dari dugaan, ibu ini setengah tua memang, tapi tubuhnya kurus, pake kerudung topi (kerpus), dan dari wajahnya nampak karisma yang begitu adem rasanya.

Pagi itu, seperti yang sudah dijanjikan, si ibu datang ke kostku untuk mijit. Sebenarnya aku sudah sungkan duluan, lhawong aku yang lebih muda kok, kurangajar banget minta pijit sama yang lebih tua, tapi bagaimana lagi, masuk angin ini udah nggak bisa kompromi lagi, aku bilang "nuwun sewu ya bu atas kekurangajaran ini" tapi dalam hati aja. selagi mijit ibunya cerita-derita tentang hidupnya. Ternyata beliau pernah 2 kali cerai, para suaminya adalah laki-laki tidak bertanggungjawab. Walaupun begitu, beliau tidak pernah meminta cerai, cuman berdo'a dan berdo'a agak beliau dilepaskan dari siksaan. Ternyata Allah benar-benar mengabulkan do'a hambanya yang meminta dengan sepenuh hati.

Hidup menjanda dengan 5 orang anak yang masih kecil-kecil tidak membuat beliau berputus asa, beliau sudah cukup bersyukur sudah dilepaskan dari cengkraman suami. Dan beliau pun pergi ke jakarta untuk menjadi pembantu rumahtangga demi hidup anak-anak. Ternyata cobaan tidak berhenti sampai disitu. Ternyata rumah majikannya adalah ruma yang sering digunakan untuk berjudi, dan beliau setiap malam harus rela berjaga untuk membuat teh atau menyiapkan makanan-makanan kecil. Bukan masalah berjaga yang dikeluhkan, tapi beliau tertekan harus meladeni orang-orang yang sedang berjudi. Apakah rizki ini akan membawa berkah.. itu yang terus beliau pertanyakan. Tapi beliau harus bertahan, sekali lagi, demi anak-anak. Belum lagi di desa, beliau sudah mulai digunjingkan yang para tetangga bahwa dikota kerjaannya nggak bener. Beliau sadar, mungkin ini adalah cobaan lain yang harus dengan ikhlas beliau terima.

Beliau jalani terus kehidupan itu, dan sambil lalu mulai belajar mijit, itupun katanya tidak sengaja. ternyata banyak yang menyukai dan jadilah ibu itu dikenal dari mulut kemulut. Dan sekarang, setelah semua anaknya sudah bisa lepas, beliau memilih bekerja freelance sebagai tukang pijit panggilan, dan karena rejekinya ada di jakarta, maka beliau ngekost disini, itu alasan beliau. Teringat perkataan beliau "saya ini tidak bisa diam saja, kalau didesa paling bisa cuman bengong dirumah, daripada begitu mending saya kerja disini, Allah teh mengasihani saya. Dulu saya disia-siakan orang, sekarang teh sudah bisa begini alhadulillah". Beliau sudah berhasil menyekolahkan anaknya walaupun rata-rata sampe SMA, membangun rumah untuk anaknya di kampung, dan tahun ini beliau akan menunaikan ibadah haji ke tanah suci.

Sekali lagi terbukti, Allah tidak memberikan cobaan yang melebihi batas kekuatan hambanya, dan Allah selalu mendengar do'a hambanya yang dengan tulus meminta dan terus berusaha. Allah juga menyayangi hamba-hambanya yang dengan ikhlas menjalani hidupnya. Semoga ini bisa menjadi teladan.

Tidak terasa ibunya sudah selesai mijit, badan terasa enteng, dan akupun bertanya berapa yang harus saya bayar, ibunya bilang "sudah.. seberapa saja saya terima"

** urip sadermo nglakoni, sabar & ikhlas...

Cerialah

Cerialah selalu, dunia pun akan menyambutmu dengan ceria.

Begitulah permata ke delapan dari buku Al-Qarni. Dunia adalah hadiah dari Allah. jadi bergembiralah menerima hadiah itu. Lalu aku bayangkan membawa hadiah untuk seseorang, dan orang tersebut ogah-ogahan menerima hadiah itu atau bahkan sedih, bagaimana perasaanku. MasyaAllah, mungkin aku juga pernah melakukannya, bukan hanya pernah, tapi sering kali. Aku telah menyakitiNya ?? Dia tak akan tersakiti, tapi aku telah mengingkari nikmat hadiah yang diberikanNya untukku ? hamba macam apa aku ini.

Ikhlas.. semua pastilah yang terbaik yang dikaruniakan kepadamu.

Tuesday, September 13, 2005

ngangeni

ojo sok gampang janji wong manis
yento hamung lamis, becik aluwung
prasojo nimas nora agawe gelo ...
..
..
akeh tulodo, wong demen cidro
uripe rekoso
pilih sawiji, ati kang suci
tanggung biso mukti


Tiba-tiba saja lagu langgam jawa itu meluncur. melambungkanku kemasa lalu, waktu bapak pertama kali mengajarkan lagu itu. Itu adalah lagu kesukaan beliau. Bagiku itu adalah nasihat dari seorang ayah yang dititipkan melalui sebuah lagu untukku, nasihat untuk selalu jujur dalam berjalan, selalu menepati janji dan tidak membuat kecewa, bagaimanapun orang yang jujur dan hati yang bersih akhirnya bakal mukti.

Tarik nafas panjang, merasakan dalam-dalam udara masa lalu yang seakan-akan mengalir kembali, begitu damai, ngangeni. Siang-siang begini pasti dirumahku sudah melantun lagu2 langgam jawa dari radio usang di pojok ruangan yang usang juga. Segala sesuatu yang usang sering kali menghantarkan nada damai, seolah kita tidak pernah kehilangan masa lalu.

** jadi pengen pulang

Monday, September 12, 2005

celoteh

Kakiku pegal sekali setelah perjalanan ini. Hari ini arisan alumni paphat di rumah teman di depok. Seperti biasa, berangkat sendiri. naik bus dan tanya kesana kemari shg bisa nyampe ke tujuan. Apesnya hari itu jombloer pada nggak dateng, jadi deh aku single fighter. Berada pada posisi minoritas aku sadari suatu yang berat untuk melawan, jadi kebanyakan mesam-mesem saja waktu disindir2 gitu, lagian sindiran itu memang benar adanya, mau apa lagi. Toh ada lebih banyak lagi hal menyenangkan, salah satunya ketemu dengan makluk-makluk kecil perusak yang selalu menggemeskan itu. dekat lagi dengan mereka.

Pulangnya rencana mampir ke ITC beli jilbab, eh yang kebawa justru buku lagi. nyampe rumah nyantai sebentar, baca buku sebentar trus tidur. Setengah sadar aku dengar celotehan anak2 tadi siang, kagetnya aku mengira mereka ada di kamarku, kenapa mereka ada di kamarku ?.. ternyata cuman setengah mimpi. indahnya suara2 itu :). Semoga selalu dikaruniakan berkah kesehatan kepadamu anak-anakku :), sehingga celotehmu selalu menceriakan dunia, dunia yang semakin sulit tertawa.

Monday, September 05, 2005

tentang pagi

Duapuluh tahun yang lalu, pagi adalah rumput hijau, titik embun diujung kaki, gemericik air sungai kecil pinggir sawah, ujung sepatu adikku yang sedang digendong bapak yang berjalan tepat didepanku, dan nyanyian "kupu gajah" yang melantun sepanjang pinggiran jalan kereta api. Pagi adalah duduk dipinggir kali, dibawah payung ditengah gerimis yang dingin, menunggui nenekku mencari ikan sambil merangkai bunga-bunga yang indah. Pagi adalah berjalan menyusuri pinggiran jalan kereta api bersama teman-teman, memandangi matahari yang kadang masih berwarna merah, sedikit rasa kesal karena terlebih dulu harus eyel2an dengan emak yang memaksa untuk sarapan walaupun teman-teman sudang menunggu lebih dari setengah jam.

Beberapa tahun kemudian pagi adalah berjalan setengah berlari mengejar gerbang sekolah, mengantar sapa dan seulas senyum kepada pak tukang becak untuk sekedar menghargai kesetiaannya hadir di setiap pagiku, menghabiskan berjam-jam pagi didepan komputer lab, atau berlarian di lapangan olahraga diselingi tawa riang.

Pagi berikutnya adalah berlari mengejar mikrolet pemberangkatan pertama karena harus hadir di kantor 2 jam lebih awal. bersendagurau dengan penumpang yang sama setiap pagi ibu tukang sayur, bapak tukang ikan, ibu penjual bakso yang kulakan bahan, dan bapak sopir mikrolet, ditengah jalan bapak cleaning service akan naik dan menemaniku berjalan menyusuri trotoal dari terminal ke kantor. Satu raut yang sama terlihat disana. Ketabahan dan kekuatan berjuang dalam hidup.

Pagi yang sekarang adalah pagi yang letih dikejar target, pagi yang merindukan pagi-pagi yang telah terlewat, dengan tetesan embun, gemericik air sungai kecil, matahari merah dan tawa riang diantara pematang. Tapi pagi yang ini menjadi pagi yang istmewa, karena semakin mendekatkanku kepadaMu. Semakin dalam mensyukuri sedikit waktu yang masih Kau berikan untuk kesendirianku, kesendirianku bersamaMu. Semakin syukurku Kau masih menyisihkan senyum untukku diantara letih. Semakin kuat aku melangkah menyadari betapa aku tidak sendiri.