Wednesday, September 13, 2006

sebentar lagi ramadan

Andaikan masih bisa menjalankan puasa dirumah ya, dikampung halaman. Tapi kayaknya sudah tidak mungkin. Ramadan yang sekarang lebih megah, lebih banyak pernak-pernik disana sini. Memang diibukota semua akan menjadi lebih, tidak terkecuali Ramadan. Suara imam masjid yang indah mendayu-dayu ketika sholat tarawih, sangat jauh bila dibandingkan suara pak modin yang jadi imam dimushola dusun kami. Tapi tetap saja saya merindukan Ramadan yang itu, dengan nasi tim yang agak meluber karena saking kecilnya panci. Dengan kelapa muda yang dipetik sesaat sebelum berbuka dari kebun sendiri. Pagi-pagi berangkat sholat subuh dimushola ditengah gelap gulita ditemani emak yang mengawasi dari jauh saja. Setiap giliran sholat malam akan ada pemuda-pemuda masjid yang menjemput kerumah-rumah.

Tapi tak apalah… toh panci nasi tim itupun sudah tidak ada lagi sekarang. Sudah digantikan magic jar yang terbukti jauh lebih efisien. Kalau dulu emak harus bangun satu jam sebelum sahur untuk masak nasi dan tetek bengeknya, sekarang tinggal makan saja. Jalan-jalan sudah diterangi lampu listrik. Pemuda-pemuda masjidpun satu persatu raib entah kemana… yang pasti kekota. Pemuda mana yang tahan hidup dari hasil ngarit ?. bagaimanapun jungkir-baliknya dikota, yang penting pas pulang kampung kelihatan keren. Generasi-generasi sesudahnya pun sepertinya lebih tertarik ke TV daripada ke mushola. Mungkin sebenarnya tidak jauh beda. Jaman dulu lebih mengasikkan ke mushola dan bercanda sama temen-temen daripada dirumah sepi dan hanya ditemani ublik. Yang sekarang, ternyata lebih mengasikkan nonton TV daripada ke mushola ketemu sama kitab-kitab usang. ah sudah lah..mungkin itu hanya prasangka ngawur, bagaimanapun, Ramadan ini tetap bulan yang dinanti-nanti.

Satu harapan, agar umur dan kesempatan disampaikan ke sana. Walaupun tinggal sedikit lagi, tidak ada yang bisa menjamin kita akan sampai kesana. Masih ingat tahun lalu, sehari sebelum mulai puasa sudah keliling ke rumah saudara diibukota, pamit dan mohon maaf ke semua, sempat melihat di pemakaman banyak orang berziarah, kebiasaan di awal bulan puasa. Sampai dirumah tiba2 badan panas tinggi, hasilnya cuma bisa 2 hari nekad puasa dan tidak bisa meneruskan lagi. Hari-hari diliputi perasaan iri ke teman-teman yang bisa berangkat sholat tarawih, sementara aku, bangun dan jalan sedikit saja harus dibayar dengan suhu tubuh yang meninggi. Satu do’a yang terus saja terucap saat itu, semoga masih disisakanNya Ramadan untukku. Benar saja, 5 hari terakhir, 5 hari puasa yang sangat berarti. Semoga tahun ini diberikan lebih.

Selamat berpuasa, mohon maaf jika sempat ada salah, semoga hati dan niat bersih dapat menjadi bekal untuk kesempurnan ibadah.

sia-sia

Setiap detik yang berlalu
Menghitung diriku
Bertanya padaku
Akankah sia-sia
Bila akhir waktu
Datang memanggilku

Mendengar syairnya jadi merenung. Nanti gek bener sia-sia. Sudah dimenangkan dalam banyak hal. Dilahirkan ke dunia, masih diberi nafas sampai saat ini. Apakah ini tanpa arti ? tentu tidak. Kalau sampai sekarang masih saja berkutat pada diri sendiri, itulah yang aku pikir sia-sia. Apakah sebegitu besarnya diri ini sehingga urusan-urusan pribadi sampai memenuhi seluruh hidup ini ?. proses dilahirkan saja sudah proses yang terlalu dahyat untuk hanya ditebus dengan hanya “begini-begini saja”. Belum lagi karunia-karunia yang lain. Mulai jangan hanya bersyukur atas apa yang diberikan. Tapi berfikir apa yang bisa saya perbuat untuk segala pemberian itu. Pundak ini masih cukup lebar untuk dibagi…

Kau jagalah.. lindungilah.. selamatkan aku (dari kesia-siaan)