Thursday, June 23, 2005

Pak Sukro yang nyentrik

Sebut saja Pak sukro (tokoh fiktif, jika ada kesamaan nama, ini hanyalah sebuah kebetulan belaka).
Seperti juga penduduk dusun yang lain, pak sukro pekerja sawah, entah sawah siapa yang dikerjainya lhawong dia tidak punya sawah. Siang sudah dapat dipastikan dia di sawah, waktu sore, tidak seperti penduduk lain yang kebanyakan menghabiskan waktu dengan jagongan bersama penduduk dusun lain di warung, pak Sukro hanya ke warung kalau ada keperluan saja, membeli makanan misalnya. Maklum, pak sukro ini tinggal sendirian, tidak ada keluarga. Dia juga tergolong tidak terlalu banyak bicara.

Suatu sore pak sukro ke warung, sepertinya dia pengen beli ubi goreng. Kalau di warung ubi goreng itu dikemas dalam tusuk lidi yang biasa disebut "sunduk". dan satu tusuk berisi 2 potong ubi goreng. Pak sukro tanya sama mbok nem, penjual di warung itu, "Ubi ini harganya berapa ya mak ?".. "Woo... itu seket le...". Lima puluh kata mbok nem, weis.. murah banget. Itu kan bertahun yang lalu kejadiannya, di dusun lagi. Pak sukro ngasi ke mbok nem uang 25 rupiah dan dengan santai mengambil 1 potong ubi goreng dari sunduknya. Apa pak sukro nggak punya duit ? bukan... dia cuman butuh 1 potong ubi goreng saja "nggo tombo pengen" katanya. Mbok nem hanya menggelengkan kepala dan pergi ke dapur untuk mengambil satu potong ubi goreng lagi untuk dipasangkan dengan ubi goreng yang tinggal 1 di sunduknya itu.

Satu peringatan, kalau barang itu sudah dipaketin jangan sampai dibeli prretelan, karena tidak semua penjual seperti mbok nem yang faham banget dengan keadaan client-nya

Monday, June 20, 2005

kecanggihan memanipulasi

Gagas... anggota termuda dari keluarga besarku di kampung. mbak-masya sudah pada mau lulus kuliah dia masih menginjak kelas 1 SD. Itupun sebenarnya umur belum cukup,tapi karena dirumah sudah tidak ada teman bermain, bapak ibunya memutuskan untuk menitipkannya ke TK terdekat. Beda sama mbak-mbaknya yang pada ribut ngurusin badan, tole gagas ini justru awet kurusnya, dengan kulit hitam (maklum, anak dusun yang masih aktif bercengkrama dengan matahari), hidung mancung dan rambut agak kriting.

Tole gagas selalu menjadi kebanggaan keluarga... bagaimana tidak, dia selalu membuat teman2 TKnya menangis kehilangan tempat duduk. Bukan karena dia nakal, dia cuma pengen duduk didepan. Gagas juga anak yang begitu mandiri. Pulang sekolah dia sudah tahu kunci rumah ada dimana, dia juga tau kalau dia harus ganti baju dulu baru bebas bercengkrama lagi dengan teman mataharinya itu. Dia juga tidak ragu membantu ibunya ketika ada pembeli yang datang ke toko, padahal pelajaran berhitungnya belum sampai ribuan, alhasil ibunya sering rugi karena uang kembalian sering kelebihan. Praktis dia tidak perlu kehadiran ibu bapaknya untuk melakukan hampir semua aktivitasnya, kecuali ketika dia dapat hadiah dari mbak-masnya, Dia tidak akan mau membuka tanpa kehadiran ibunya tercinta. aku juga tidak tau kenapa begitu.

Suatu ketika... lebaran entah tahun berapa. keluarga besar kami bertandang ke kerabat dekat. karena jumlahnya terlalu banyak, rombongan dipisah menjadi 2 kubu. Eh ternyata bulikku melihat cemilan kesukaan beliau di meja seberang. karena tidak mungkin berteriak, bulikku mengambil inisiatif untuk memberi kode ke tole gagas supaya mengambilkan cemilan itu. tanpa bersuara bulikku bilang ke tole gagas di seberang sana "le .. pundutke krupuk garung dua ya". aku mikir apa si tole sudah lulus hitungan sampai angka dua, waktu itu dia masih terlalu kecil... lha rak bener, dia cuma bawa 1 krupuk gadung, belum lagi sampai dia berjalan, bulikku sudah menginterupsi "lho le .. dua je" sambil mengacungkan dua jarinya. Dengan dahi berkerut karena sedikit kesal tole gagas mengacungkan krupuk gadung itu ke depan dengan dua tangannya dan mak klek.. "lha iyo.. dua" bulikku tidak berkata apa2 lagi cuman pesen "le .. pundutke satu lagi yo", ternyata dia tidak hanya lulus hitungan sampai bilangan dua, tapi dia tau kalau satu dicuklek bisa jadi dua. Walah...lhakok sama kaya' lagunya mbak nava urbagh "cuklek dadi loro"

ealah le .le... masih kecil kok ya sudah pinter memanipulasi. semoga ini semata-mata karena kecerdasanmu.

Saturday, June 18, 2005

Si Kunthing

Si Kunthing... adik kandungku satu-satunya. Hanya selisih 2 tahun umurnya dari aku. Karena dia aku terdidik untuk tidak bergantung kepada orang lain, termasuk orang tuaku. Karena dia aku sempat mempunyai sifat jelek waktu masa kecilku "iri hati". Waktu itu aku merasa dia yang harus didahulukan di segala hal, mulai dari memilih baju dll. Karena dia juga aku selalu bertekad untuk menjadi yang terbaik, setidaknya buat dia.
si kunthing... banyak orang berfikir dia terlalu cantik untuk menjadi adikku. Dia selalu cantik dengan keterbatasannya. siapa bilang dia sering belanja baju-baju bermerek untuk penampilannya, tapi tidak ada juga yang bilang kalau dia tidak modis.
Si kunting... selalu kreatif dan berani memulai sasuatu, walaupun kadang tidak cukup rajin untuk bertahan hingga menjadi sukses.
Si kunthing....
teruslah berusaha... kita akan menjadi sesuatu dengan segala keterbatasan ini. Berjanjilah...

Dubraaakkk.....!!

thilulilulilut... thilululut (bunyi panggilan telpon jaman sekarang)
"Selamat siang"
"mbak.. tolong periksain uang titipan kantor di laciku, apa masih ada. Kalau masih ada telpon aku balik ya mbak, kost-ku kebakaran"
Dubraaakkk.... serasa ada benda besar menjatuhiku dari atas... Kebakaran? bayanganku sudah sampai kemana-mana. Apa semua selamat ? barang-barang gimana ? dik ini lg dimana ? setelah ini mo nginep dimana ? kalo apinya merembet ke tempat lain gimana ? disana kan bangunannya mepet2.. yah perumahan ala kota gitu lah.
Jakarta.. jakarta. sekali lagi kau mengecewakanku. Sudah kemaren dik ini kecopetan HP di angkutan umum.. eh sekarang tempat kostnya kebakaran. Masyaallah... kalau cobaan datang, tidak ada yang bisa menduganya. Tabah ya dik, Insyaallah menjadi pelajaran berharga untuk naik derajat.

jakarta... oh jakarta

Jakarta... gelamor.
Setelah lulus sekolah tahun '98, banyak teman-temanku yang berangkat ke jakarta karena diterima kerja. Aku merasa aku satu-satunya yang tertinggal karena tidak satupun test penerimaan kerja dari perusahaan-perushaan itu yang berhasil aku lalui... sekali lagi nasip, padahal aku nggak bodo-bodo banget di sekolah dulu. Waktu itu aku bertekad untuk suatu saat berangkat ke Jakarta dan menaklukkannya (tingkah orang kalah kan biasanya begitu..).. Jakarta...jadilah kota itu sebuah titik ujung pandanganku kepada hidup.

Waktu berlalu dan aku semakin banyak belajar tentang hidup. Semangatku untuk memandang tegak jauh ke Jakarta-pun mulai memudar. Aku tidak tau apakah ini karena aku sudah belajar banyak tentang hidup atau karena aku sudah capek hidup...
Tiba saatnya juga aku harus menjemput impianku bertahun yang lalu untuk pergi ke Jakarta tepat pada saat sudah tidak teringin lagi untuk pergi, sekali lagi tidak ada pilihan lain... jadi disinilah aku sekarang, jauh dari orang2 yang aku cintai dan mencintaiku, dekat dengan kekerasan, kebrangasan, dan kecompang-campingan sekaligus kegelamoran.

Friday, June 17, 2005

Mamaa .. Es kriiimm...

Ketika itu keponakan atasanku lagi nginep dikantor untuk menghabiskan liburan bersama omnya di akhir minggu. Kami sedang sibuk-sibuknya kerja.. biasa dikejar target. Aku dengar ada suara mobil memasuki halaman kantorku, sikecil langsung berlari keluar begitu menyadari itu adalah suara mobil mamanya sambil berteriak "mamaaa....Eskriiimmm". Dia tau banget kalau mamanya dateng berarti eskrim juga dateng.

Aku teringat bertahun-tahun lalu, kejadiannya persis seperti itu. Aku dan adikku waktu itu masih kecil. Di rumah, kami selalu menunggu Mak dateng... dateng dari sawah tentunya, darimana lagi, disana kan tidak ada mall, pasarpun jauh. Makku ke pasar paling setahun 3 kali. Begitu dari kejauhan ada tanda-tanda Makku dan sepeda yang dikayuhnya kami akan mengambil ancang-ancang. Segera setelah makku mendarat dari speda jengkinya yang brundul itu kami akan menyerbu keranjang yang selalu menyertainya ke sawah sambil berteriak "maaakkk... timuuunnn", saat itu aku dan adikku tau banget, kalau mak dateng berarti timun, tebu terong dan kawan-kawannya dateng juga. Kami akan berebut padahal ada banyak timun di keranjang itu, serta merta kami membanting timun itu di teras rumah sampai pecah dan memakannya saat itu juga.

Waktu itu kelezatan timun tidak kalah dengan eskrim walls atau campina, karena makku tidak pernah mengingkari janji untuk membawakan timun, terong atau tebu dari sawah untuk anak-anaknya, hingga kejadian-kejadian seperti itu selalu menjadi kejadian terindah tanpa cacat.
thanks to U Makku tercinta

komputer jangkrik

Berawal dari keberhasilanku mempromosikan sosok "komputer" kepada paklik-ku yang seorang kepala sekolah SD di kampung. "begini paklik... komputer itu jan cuanggih. penjenengan udah nggak perlu stipo-stipoan lagi kalo salah tulis, tinggal klik-klik sebentar beres, lagipula bentuknya juga lebih keren dari dari mesin ketik ejlek-ejlek penjenengan itu. tulisannya lebih bagus bla bla bla. tur harganya yo mung 1,5 jt sak printernya (komputer jangkrik, asal bisa buat ngetik)". Alhasil dibelilah komputer yang konon cuanggih itu jauh dari surabaya diboyong ke kampungku.

Aku mulai tugasku menginstall komputer itu di rumah paklik-ku disaksikan sakbrayat keluargaku termasuk bapak dan emak. Install-menginstall adalah hal biasa, ini kan pengetahuan dasar. Hawong lulusan sekolah komputer je... Sama sekali nggak disangka kalo ini membuat takjup orang2 disana, sampe2 bulikku berteriak-teriak "weh gus(panggilan rakyat jawa tak berkasta kepada kakak laki-lakinya).. anakmu bisa seperti itu, weh jan hebat banget, gek tangannya itu bisa pathing pecithat lihai banget.. weleh nduk belajar teko ngendi ngono kuwi". Bapak dan emak tidak kalah takjup dan terharu. Ya.. wajar saja, lhawong baru sekali ini mereka melihat yang namanya komputer.

Dari kejadian malam itu aku jadi sadar, aku sudah melangkah jauh di satu segmen kehidupan. Aku juga tidak tau angin apa yang membawaku dari desaku sampai kesini. Tapi di segmen lain, ketika aku kembali lagi ke habitat pekerjaanku, bahkan aku belum mulai juga melangkah. Inilah hidupku, di satu sisi ada kesederhanaan yang menenangkan, disisi lain kecanggihan yang melelahkan

selayang pandang

Sand... terlalu keren. Seharusnya murtinah atau surtini. Aku lahir di dusun kecil yang dikelilingi persawahan. Kalau dilihat pake helikopter mungkin seperti pulau kecil ditengah lautan hijau tanaman palawija. Dusunku.. walaupun namanya dusun, tidak ada kesulitan kok mengaksesnya. Jangan bayangkan kalau kesana harus oper angkot berkali2, oper ojek setelah itu nggethek (naik sampan kecil nyeberang sungai), naik kebo dulu baru sampe.. tidak. Turun dari bus tinggal jalan kaki sedikit, menaiki tanjakan jalan kereta api, nah pas turun..akan langsung terlihat hamparan desaku dengan background gunung berwarna biru persis dibelakangnya...stop!! jangan bayangin tempat yang sejuk ya. Ini dataran rendah dengan tanah sedikit berpasir, jadi cukup panas dan berdebu ketika musim kemarau tiba, dengan angin kencangnya yang khas akan membuat kedinginan pada malam hari.

Kembali ke keluargaku. Kata bapak emakku, aku ini dari lahir udah "ngrejekeni". hawong lahirnya saja hampir bersamaan dengan sapiku melahirkan anak kembarnya, padahal seumur2 nggak pernah sapi itu beranak kembar. Bapakku orang desa biasa, petani yang hanya lulus SR (sekolah dasar). Mak-ku seorang ibu rumahtangga petani yang selalu menginginkan anak-anaknya jadi orang pinter biar tidak diremehkan orang (itu bahasa beliau).

Aku tumbuh diantara kesederhanaan dusunku dan keberanian luar biasa dari orangtuaku untuk menjadikan anaknya lebih dari "hanya sebutir pasir" yaitu "sebutir pasir" yang bisa melakukan "sesuatu" untuk hidupnya dan kehidupan di sekitarnya.
I'll do my best for it

Start

ok ... aku akan coba untuk mulai menulis. Aku orang yang paling tidak bisa menulis (menurut penilaianku) setiap kali menulis ide nggak tertuang malah berantakan yang ada, orang sering bingung membaca tulisanku... kok tulisan, wong omonganku aja kadang orang bingung mengartikan. Maklumlah... waktu sekolah dulu nilai BI-ku nggak pernah bagus-bagus banget.
Dimulai dari "sand" judul blog ini. Aku suka memakai nick "sand" di cyber. apa artinya ? tentu saja pasir, di kamus english manapun juga pasti begitu. Tapi apa arti "pasir" buat aku ? aku juga gak tau, tinggal nyomot salah satu kata dan kebetulan yang terlintas itu.. yaudah lah itu aja yang dipakai. Kenapa yang terlintas dibenaku itu ? tanya yang melintaskan kata itu di benakku. Mungkin kurang lebih aku merasa sebagai wong cilik diantara hiruk pikuk dunia yang akhir2 ini cukup membuat aku bingung.
OK... semoga ini awal yang baik untuk pembelajaranku
salam