Friday, February 22, 2008

Ono-ono wae

Seorang teman yang sekarang duduk pas didepanku punya kebiasaan bawa banyak makanan ke kantor, tidak lain karena ulah sang istri yang begitu hobi menganggap suaminya spt anak TK dalam hal kasi bekal (ini kata beliaunya). Aku bilang “bersyukurlah gus punya istri yang perhatian gitu”. Duduk di dekatku si’kecil’ yang selain masih jomblo juga masih polos. Temen ini hobi banget berolok-olok waktu makan atau tawarin makananya ke kita-kita, katanya “makanya man, cepet kawin”. Hari ini ternyata karena sudah lama diam waktu diolok2, dia ambil inisiatif bales, dia bilang “tar kalo gua dah kawin trus ternyata gua yang disuruh masakin trus ketemu temen gua dia bakalan bilang ‘makanya man.. jangan cepet-cepet kawin’ gimana dunk?”. Temen di depanku bales lagi “kalo lu kawin sama yang model kek dia (sambil nunjuk ke arahku), mungkin”. Aku yang lagi minum langsung tersedak.. kurrrangajaaarrrrr….

Suatu hari temen sekamar cerita-cerita, tentang beberapa teman yang sudah menikah dan harus masak setelah pulang kantor untuk keluarganya. Dia bilang “apa ya harus seperti itu ya mbak ya ?”. Saya bilang bapakku, kalau makku hari itu nggak masak ya dia nggak bakalan makan. Beliaunya ngak bisa makan di warung atau beli dimana gitu. Trus dia bilang lagi “wah.. enak atuh yah punya suami yang nggak neko-neko”. Aku bilang .. nah ya memang harus masak kalo gitu.

Nasihat manager suatu kali “Jadi istri solehah itu harus lemah lembut, menjadi penyejuk mata suami”. Trus statusku suatu kali “klo bosen nganggur jadi sadis nih”. Demi melihat statusku manager tersebut message “katanya mau menjadi wanita yang lemah lembut..”. aku bilang “maaf pak, ini panggilan jiwa. Nggak harus kan semua jadi lemah lembut ?“. Apa ya harus yang dibilang soleha itu selamanya lemah lembut ?? please dehhh….

Suatu kali waktu kumpul2 sesama teman-teman cewek STM dimasa yang telah lalu. Seorang teman bilang ‘Aku.. kalau punya suami pinginnya yang bisa nyuci, pinter masak dll dll’ aku bilang ‘oh ada temenku didesa, kamu lagi cari pembantu kan ?’ dubraakk..

Monday, February 18, 2008

Yang sangat sulit untuk dikalahkan

Sombong… susah banget di kalahkan. Musuh bebuyutan sudah bertahun-tahun tapi tetep saja nempel ga ilang-ilang. Seorang teman pernah tanya “gimana atuh mbak ngilangin sifat sombong ya ? kadang kerasa gitu ya kita sombong… tapi gimana atuh nyak.. nyadar tapi atuh susahhh”. Nah.. dari kata-katanya saja sudah ribet ndak karuan kan ? ya memang seribet itu lah keadaannya. Tapi memang itu manusiawi, hitung saja ada berapa kata ‘aku’ di dalam perkataan kita sehari-hari, kemungkinan ya segitu banyaklah kita bersombong atau mau niat untuk sombong. Tapi nggak semua sih. Kalau saya bilang semua nanti ada novel yang berjudul “novel tanpa kata ‘aku’” hehehe banyak itu sih kalau sudut pandang penceritanya bukan dari sudut pandang orang pertama (nah bongkar lagi pelajaran bahasa indonesianya).

Demi mendengar pertanyaan itu ya trus speachless.. wong diri sendiri masih segitu dan mungkin lebih ribetnya menyandang penyakit itu. Tidak heran seorang ulama menyatakan “Bersyukurlah dengan yang sedikit, karena didalam yang sedikit terdapat keberkahan”. Yah begitulah.. saya sempat terfikir, orang kalau sombong itu biasanya karena punya keebihan, entah kelebihan bagus atau kelebihan jelek, bahkan kelebihan penderitaan saja bisa disombongkan kok kalau ditangan manusia sih. Jadi ya.. kalo ngerasa cuman punya sedikit orang tidak sekali-sekali untuk berfikir sombong, lebih mudah untuk menghindarkan diri dari sifat ini.

Nah gandengan dari ini adalah iri dengki… ini biasanya disandang lawan bicara dari si orang sombong kekekekek… orang ini sangat sensitif dengan perkataan sombong. Sombong yang disembunyikan begiiiitu rapih tetep kelihatan sombongnya. Bahkan kadang yang nggak sengaja sombong saja jadi kelihatan sombong. Wah.. pokoknya orang jadi canggih kalau sudah menyandang sifat ini. Akan sangat pantes kalau jadi detektif.

Rasanya dua-duanya berujung pangkal pada sifat dasar manusia yang sama, karena setiap manusia pengen dianggap penting, tentu setiap orang penting nggak merasa pantas disombongi, setiap manusia merasa sentral dari kehidupan.. tentu yang namanya sentral ya dialah yang harusnya paling kelihatan.

Perhatian, tulisan ini didasarkan pada penelitian dengan seksama dengan object sampel adalah diri penulis sendiri. Ya Alloh… lindungi hambamu ini dari sifat-sifat itu, tidak bosan-bosan hamba memohon karena penyakit itu terussss saja berusaha berteman dengan hamba. Cik ngeyel temen thoooo….

Tuesday, February 12, 2008

Acomodador

Pertama kali denger ketika membaca The Zahir karya Paulo Coelho, berikut ini pengertiannya :

“with its origins in old Mexican traditions is a situation in our life that can be identified as the cause from which moment onwards our development has come to a halt."

"It’s the Acomodador which lay down the rules at such moments and stops us from pursuing our dreams."

Nah lo… opo maneh kuwi hihihi. Ada yang nulis lagi ‘giving up point’ suatu titik dimana kita memutuskan untuk meletakkan, bukan meletakkan seperti yang dilakukan para pertapa. Para pertapa memutuskan untuk meletakkan urusan dunia dan mengasingkan diri demi ketenangan atau demi kehidupan yang hanya diperuntukkan pada kehidupan jiwanya. Meletakkan disini dalam konteks menyerah, kalah, atas dasar putus asa, trauma atau putus cinta.

Pengalaman ini pernah terjadi, ketika belajar ngaji di mushola desa kami. Saat itu kita mengaji menggunakan irama ketukan yang dipimpin oleh ustadz. Saya jenis anak yang cenderung lebih menyukai pelajaran matematika daripada membaca, mungkin gara-gara takaran antara otak kanan dan otak kiri yang entah bagaimana menyebabkan jadinya seperti itu. Saya cenderung lebih lambat membaca, dan cenderung tidak lengkap waktu menulis. Nah waktu itu sang ustadz sedikit demi sedikit menaikkan tempo ketukan, sampai akhirnya sangat cepat. Saya langsung berhenti padahal teman-teman masih bisa mengikuti saat itu. Dan besoknya saya tidak masuk mengaji lagi hehehe.

So .. this is the sort worth to explain the last situation sir.

Pertanyaan “Kamu ada apa sekarang kok jadi lemes gitu, perasaan dulu bersemangat sekali”. Yah kurang lebih mungkin ini yang terjadi… satu kata ini sangat mewakili apa yang terjadi. Berawal dengan begitu banyak bermunculan pertanyaan ‘kenap begini ?’ ..’kenapa begitu ?’ .. ‘kok bisa begini ?’ .. ‘harusnya kan seperti itu ?’ pertanyaan-pertanyaan bermunculan bagaikan kunang-kunang yang beterbangan mengelilingiku didalam ruangan kaca. Apa nggak berkunang-kuanang beneran tuh ? Next ke-muak-an akhirnya berhasil dibawa pulang dari tempat kerja dan berhasil dinetralisir malam itu juga, mkn dirumah ada yang lebam-lebam gara-gara ini. Hingga besoknya satu kesadaran yang nggak lebih mengenakkan muncul bahwa “you can not do anyting for that” sekali lagi karena dunia tidak selalu sempurna. So disinilah acomodador terjadi.. saya berhenti, saya manut saja.. tidak berkomentar karena toh tidak berguna, lanjutkan apapun wlaupun nggak sreg dan sekarang ada yang kuatir hehehe.

Dalam artikel yang saya baca bilang seperti ini juga “The development of our self-awareness can only proceed if we can liberate ourselves from the ‘acomodador’ situation”. Dalam kasus mengaji saya di atas, liberate-nya saya dipaksakan oleh omelan-omelan emak saya. Untuk kasus yang sekarang kok ndak bersemangat untuk liberate-liberate-an. Jadi ragu, apakah keadaan ini akan dikehendaki saat ini ? hawong saya jadi nyaman seperti ini, bukannya lebih aman kalau yang liar itu akhirnya diam dan tidak merepotkan yang lain ? dunia jadi tenang, kehidupan mengalir tanpa berisik dengan begiiitu sempurna. Apa benar ini yang dinamakan ‘acomodador’ ? halah.. mbuh ..ndak tau wis.

Monday, February 11, 2008

Kedahsyatan sepotong tempe.

Hehehe judul yang aneh. Kedahsyatan sepotong tempe… yah.. apakah kedahsyatan sepotong tempe ? selain ketika harga tempe melonjak dua kali lipat dan bahkan kemudian hilang dari pasaran gara-gara harga kedelai gila-gilaan kemaren itu trus menyebabkan demo ndak karu-karuan trus menyebabkan pula orang-orang jadi merindukan si tempe ini.

Saya berangkat dari sepotong tempe. Gara-gara itu saya merasakan excitement yang lebih-lebih ketika berhadapan dengan gurami asam manis misalnya. Excitement yang tentunya tidak dirasakan rekan di seberang meja yang sudah terbiasa dengan itu. Karena saya berangkat dari sepotong tempe, begitu lebih banyak lagi excitement2 lain dalam hidup saya. Misalnya lagi, saya begitu excited dengan apa yang saya terima saat ini dikala orang-orang disekitar saya sudah mulai mengeluh dengan hidup mereka. Saya bisa menikmati apa yang saya terima lebih lama dari mereka.

Saya jadi teringat dengan kenangan 1,5. Bersama teman saya, pernah saya berangan-angan dengan 1,5 itu. “Seandainya suatu saat kita menerima 1,5 itu, trus yang 1 dipakai buat apa ya mbna ?”.. what do you think now sys ? you even given more than that.

Hah..saya tidak ingin kehilangan sepotong tempe itu, I’ll stay with that if I could, karena dengan itu saya akan tetap merasakan excitement2 lagi.. lagi dan lagi. Kenikmatan seperti apalagi yang diharapkan dalam hidup ini selain rahmat dikasi jalan mudah untuk mensyukuri hidup kita ?